Direktorat
Jenderal Pajak
Direktorat Jenderal Pajak
adalah sebuah direktorat jenderal di bawah Kementerian Keuangan
Indonesia yang mempunyai
tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang perpajakan.
Dalam
melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan fungsi:
-
Penyiapan
perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang perpajakan.
-
Pelaksanaan
kebijakan di bidang perpajakan.
-
Perumusan
standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang perpajakan.
-
Pemberian
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan.
-
Pelaksanaan
administrasi direktorat jenderal.
Sejarah
Organisasi
Direktorat Jenderal Pajak pada mulanya merupakan perpaduan dari beberapa unit
organisasi yaitu :
-
Jawatan Pajak
yang bertugas melaksanakan pemungutan pajak berdasarkan perundang-undangan dan
melakukan tugas pemeriksaan kas Bendaharawan Pemerintah;
-
Jawatan Lelang
yang bertugas melakukan pelelangan terhadap barang-barang sitaan guna pelunasan
piutang pajak Negara;
-
Jawatan Akuntan
Pajak yang bertugas membantu Jawatan Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan pajak
terhadap pembukuan Wajib Pajak Badan; dan
-
Jawatan Pajak
Hasil Bumi (Direktorat Iuran Pembangunan Daerah pada Ditjen Moneter) yang
bertugas melakukan pungutan pajak hasil bumi dan pajak atas tanah yang pada
tahun 1963 diubah menjadi Direktorat Pajak Hasil Bumi dan kemudian pada tahun
1965 berubah lagi menjadi Direktorat Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA).
Dengan keputusan
Presiden RI No. 12 tahun 1976 tanggal 27 Maret 1976, Direktorat Ipeda
diserahkan dari Direktorat Jenderal Moneter kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Pada tanggal 27
Desember 1985 melalui Undang-undang RI No. 12 tahun 1985 Direktorat IPEDA
berganti nama menjadi Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Demikian juga
unit kantor di daerah yang semula bernama Inspeksi Ipeda diganti menjadi
Inspeksi Pajak Bumi dan Bangunan, dan Kantor Dinas Luar Ipeda diganti menjadi
Kantor Dinas Luar PBB.
Untuk
mengkoordinasikan pelaksanaan tugas di daerah, dibentuk beberapa kantor
Inspektorat Daerah Pajak (ItDa) yaitu di Jakarta dan beberapa daerah seperti di
Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Indonesia Timur. Inspektorat Daerah ini
kemudian menjadi Kanwil Ditjen Pajak (Kantor Wilayah) seperti yang ada sekarang
ini.
-
1924 – Djawatan
Padjak dibawah Departemen Van Financien berdasar Staatsblad 1924 No. 576
Artikel 3
-
1942 – Djawatan
Padjak dibawah Zaimubu (Djawatan Padjak, Bea Cukai dan Padjak Hasil Bumi)
-
1945 –
berdasarkan Penetapan Pemerintah No.2/SD Urusan Bea ditangani Departemen
Keuangan Bahagian Padjak
-
1950 – Djawatan
Padjak dibawah Direktur Iuran Negara
-
1958 – Djawatan
Padjak dibawah vertikal langsung Departemen Keuangan
-
1964 – Djawatan
Padjak berubah menjadi Direktorat Pajak dibawah pimpinan Menteri Urusan
Pendapatan Negara
-
1965 – Direktorat
IPEDA di bawah Ditjen Moneter
-
1966 – Direktorat
Padjak diubah menjadi Direktorat Jenderal Pajak
-
1976 – Direktorat
IPEDA dialihkan Ke Direktorat Jenderal Pajak
-
1983 – Tax Reform
I berlakunya Self Assesment
-
1985 – IPEDA
berganti nama menjadi Direktorat PBB
-
2000 – Tax Reform
II
-
2002 –
Modernisasi Birokrasi
Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan institusi penting di negara ini dimana saat
ini dipercaya mengumpulkan sekitar 80% dari dana APBN, ternyata mempunyai
sejarah panjang sejak sebelum proklamasi kemerdekaan RI. Sejarah singkat DJP
terbagi dalam beberapa periode sebagai berikut:
- Pra Proklamasi Kemerdekaan RI
Pada
zaman penjajahan Belanda, tugas pemerintahan dalam bidang moneter dilaksanakan
oleh Departemen Van Financien dengan dasar hukumnya yaitu Staatsblad 1924
Number 576, Artikel 3.
Pada
masa penguasaan Jepang, Departemen Van Financien diubah namanya menjadi
Zaimubu. Djawatan-djawatan yang mengurus penghasilan negara seperti Djawatan
Bea Cukai, Djawatan Padjak, serta Djawatan Padjak Hasil Bumi. Ketiganya
digabungkan dan berada di bawah seorang pimpinan dengan nama Syusekatjo.
2. Periode 1945-1959
Maklumat
Menteri Keuangan Nomor 1 Tanggal 5 Oktober 1945 yang menyatakan bahwa seluruh
Undang-undang atau peraturan tentang perbendaharaan Keuangan Negara, pajak,
lelang, bea dan cukai, pengadaan candu dan garam tetap menggunakan
Undang-Undang atau peraturan yang ada sebelumnya sampai dengan dikeluarkannya
peraturan yang baru dari pemerintah Indonesia. Sedangkan Penetapan Pemerintah
tanggal 7 Nopember 1945 No. 2/S.D. memutuskan bahwa urusan bea ditangani
Departemen Keuangan Bahagian Padjak mulai tanggal 1 Nopember 1945 sesuai dengan
Putusan Menteri Keuangan tanggal 31 Oktober 1945 No. B.01/1.
Akhir
tahun 1951 Kementerian Keuangan mengadakan perubahan dimana Djawatan Padjak,
Djawatan Bea dan Cukai dan Djawatan Padjak Bumi berada dibawah koordinasi
Direktur Iuran Negara.
3. Periode 1960-1994
Tahun
1964 Djawatan Padjak diubah menjadi Direktorat Pajak yang berada dibawah
pimpinan Pembantu Menteri Urusan Pendapatan Negara. Kemudian pada tahun 1966
berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet No. 75/U/KEP/11/1966 tentang Struktur
Organisasi dan Pembagian Tugas Departemen-Departemen, Direktorat Padjak diubah
menjadi Direktorat Djenderal Padjak yang membawahi Sekretariat Direktorat
Djenderal, Direktorat Padjak Langsung, Direktorat Padjak Tidak Langsung,
Direktorat Perentjanaan dan Pengusutan,dan Direktorat Pembinaan Wilayah.
Daftar Unit Kerja
Kantor Pusat dan Unit Vertikal Direktorat Jenderal Pajak
Tahun 1988 Kantor
Pusat Direktorat Jenderal Pajak terdiri dari satu sekretariat, 6 Direktorat dan
2 Pusat. Kemudian pada tahun 1994 Kantor Direktorat Jenderal Pajak terdiri dari
1 Sekretariat dan 8 Direktorat. Terakhir pada Desember 2006 berdasarkan PMK
131/PMK.01/2006, susunan organisasi Kantor Pusat DJP berubah kembali,terdiri
dari 1 Sekretariat dan 12 Direktorat dan 1 Pusat yang dipimpin pejabat eselon
II a yaitu :
- Sekretariat Direktorat Jenderal,
- Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan,
- Direktorat Peraturan Perpajakan I
- Direktorat Peraturan Perpajakan II,
- Direktorat Keberatan dan Banding,
- Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian,
- Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan,
- Direktorat Penyuluhan, Pelayanan & Hubungan Masyarakat,
- Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan,
- Direktorat Intelijen dan Penyidikan,
- Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi Informasi,
- Direktorat Transformasi Proses Bisnis.
- Direktorat Kepatuhan Internal& Transformasi Sumber Daya Aparatur,
- Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
Selain itu
terdapat juga 4 Tenaga Pengkaji, yaitu :
- Tenaga Pengkaji bidang Pelayanan Perpajakan
- Tenaga Pengkaji bidang Ekstensifikasi dan Intensifikasi Perpajakan
- Tenaga Pengkaji bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Perpajakan
- Tenaga Pengkaji bidang Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia
Sedangkan unit
kerja vertikal di daerah meliputi Kantor Wilayah DJP, Kantor Pelayanan Pajak
(KPP), dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP). Saat
ini terdapat 31 Kantor Wilayah DJP di seluruh Indonesia, yang dipimpin pejabat
eselon II a, yaitu :
- Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, di Jakarta
- Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, di Jakarta
- Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat, di Jakarta
- Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat, di Jakarta
- Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan, di Jakarta
- Kantor Wilayah DJP Jakarta Timur, di Jakarta
- Kantor Wilayah DJP Jakarta Utara, di Jakarta
- Kantor Wilayah DJP Nanggroe Aceh Darussalam, di Banda Aceh
- Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I, di Medan
- Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara II, di Pematang Siantar
- Kantor Wilayah DJP Riau dan Kepulauan Riau, di Pekanbaru
- Kantor Wilayah DJP Sumatera Barat dan Jambi, di Padang
- Kantor Wilayah DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung, di Palembang
- Kantor Wilayah DJP Lampung dan Bengkulu, di Bandar Lampung
- Kantor Wilayah DJP Banten, di Serang
- Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I, di Bandung
- Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II, di Bekasi
- Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah I, di Semarang
- Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah II, di Surakarta
- Kantor Wilayah DJP DI Yogyakarta, di Yogyakarta
- Kantor Wilayah DJP Jawa Timur I, di Surabaya
- Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II, di Sidoarjo
- Kantor Wilayah DJP Jawa Timur III, di Malang
- Kantor Wilayah DJP Bali, di Denpasar
- Kantor Wilayah DJP Nusa Tenggara, di Mataram
- Kantor Wilayah DJP Kalimantan Barat, di Pontianak
- Kantor Wilayah DJP Kalimantan Selatan dan Tengah, di Banjarmasin
- Kantor Wilayah DJP Kalimantan Timur, di Balikpapan
- Kantor Wilayah DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara, di Makassar
- Kantor Wilayah DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo dan Maluku Utara, di Manado
- Kantor Wilayah DJP Papua dan Maluku, di Jayapura
Artikel Terkait Direktorat Jenderal Pajak
Lowongan
Kerja pada lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai (DJBC) bakal
segera tersedia di tahun depan karena banyaknya perluasan wilayah layanan
sehingga banyak SDM yang diperlukan.
Dirjen Bea dan Cukai membuka lowongan sebab
masih minus kira-kira 6000 pegawai sampai dengan periode 2017. Ditambah lagi,
pada 2018 akan ada sebanyak 3.814 karyawan Bea dan Cukai yang sudah purna tugas
(pensiun).
Sejauh ini, pihak Dirjen Bea & Cukai sudah mengajukan permohonan lowongan pada lingkungan kerjanya kepada Menteri PAN & RB. Akan tetapi, disayangkan bahwa kecepatan MenPAN & RB tidak secepat jika dibanding dengan pelonjakkan kebutuhan karyawan di lapangan.
Sejauh ini, pihak Dirjen Bea & Cukai sudah mengajukan permohonan lowongan pada lingkungan kerjanya kepada Menteri PAN & RB. Akan tetapi, disayangkan bahwa kecepatan MenPAN & RB tidak secepat jika dibanding dengan pelonjakkan kebutuhan karyawan di lapangan.
Sebagai
gambaran mengenai peluang lowongan yang disediakan Dirjen Bea dan Cukai yang
dalam status urgent di 2013
adalah sejumlah 1000 orang dan terbuka untuk kandidat berkualitas mulai pendidikan D1
hingga S1, yang nantinya akan diposisikan pada sektor pemeriksaan,
laboratorium, petugas X-Ray, tenaga perkapalan, dan lain-lain sesuai kebutuhan.
Dan mengenai lowongan yang disediakan Dirjen Pajak adalah kira-kira 30 ribu hingga 4 (empat) tahun selanjutnya, di mana hingga kini pegawai pajak yang masih aktif bekerja sejumlah 31.465 orang. Kendati cuma memiliki tenaga yang masih minim, di mana seharusnya jumlah pegawai pajak adalah kira-kira 60 ribu, maka yang terjadi Direktorat Jenderal Pajak sulit untuk meningkatkan pendapatan sektor pajak, karena jika Indonesia dibandingkan dengan Amerka yang mempunyai 66 ribu pegawai pajak, China 880 ribu pegawai, Australia 60 ribu, maka kalau Indonesia jumlah pegawai pajaknya terhitung sedikit sekali, sehingga pekerjaan yang diusung Dirjen Pajak menjadi belum produktif.
Dan mengenai lowongan yang disediakan Dirjen Pajak adalah kira-kira 30 ribu hingga 4 (empat) tahun selanjutnya, di mana hingga kini pegawai pajak yang masih aktif bekerja sejumlah 31.465 orang. Kendati cuma memiliki tenaga yang masih minim, di mana seharusnya jumlah pegawai pajak adalah kira-kira 60 ribu, maka yang terjadi Direktorat Jenderal Pajak sulit untuk meningkatkan pendapatan sektor pajak, karena jika Indonesia dibandingkan dengan Amerka yang mempunyai 66 ribu pegawai pajak, China 880 ribu pegawai, Australia 60 ribu, maka kalau Indonesia jumlah pegawai pajaknya terhitung sedikit sekali, sehingga pekerjaan yang diusung Dirjen Pajak menjadi belum produktif.
Kantor Pajak Akan Rekrut 5.400 Pegawai Baru
TEMPO.CO, Garut - Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kismantoro Petrus mengungkapkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat sudah setuju untuk menambah jumlah pegawai Kantor Pajak. "Sudah diusulkan tahun lalu. Tahun ini 5.400 pegawai diperkenankan katanya," ucap Kismantoro di sela-sela seminar perpajakan, Kamis, 28 Februari 2013, malam.Menurut data terakhir, Kismantoro menuturkan, jumlah pegawai Pajak hanya sekitar 31.249 orang. "Tidak sampai sepertiga yang berwenang memeriksa dan mengawasi. Yang bisa enforce hanya 10 ribu," ujarnya.
Padahal, potensi wajib pajak orang pribadi diperkirakan berjumlah 60 juta orang dan wajib pajak badan 10 juta. "Bayangkan, satu orang pegawai Pajak harus mengawasi 6 ribu wajib pajak setahun. Jadi, kemampuan Ditjen Pajak masih sangat kecil," ujarnya.
Hingga kini, Direktorat Pajak mencatat, wajib pajak yang setor baru sekitar 19 juta orang dan 2 juta badan.
Kismantoro membandingkan kondisi di Jerman dan Jepang, di mana jumlah pegawai Pajaknya jauh lebih besar meski jumlah penduduknya di bawah Indonesia. Penduduk Jerman tak sampai 100 juta dengan jumlah pegawai pajak 110 ribu, sedangkan penduduk Jepang sekitar 120 juta dan memiliki 66 ribu pegawai pajak.
Kemungkinan, pegawai baru akan diambil dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Lulusan diperkirakan mencapai 10.691 orang tahun ini. Jika tahun ini Ditjen Pajak mengambil 5.400 pegawai, maka sekitar 3700 sisanya akan diserap tahun depan.
MARTHA THERTINA
Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2013/03/01/090464485/Kantor-Pajak-Akan-Rekrut-5400-Pegawai-Baru
Opini Saya Mengenai Direktorat Jenderal Pajak
1.
Tujuan Entitas
Direktorat Jenderal Pajak adalah sebuah
direktorat jenderal di bawah Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang
perpajakan.
Visi Dirjen Pajak adalah menjadi institusi
pemerintah penghimpun pajak negara yang terbaik di wilayah Asia Tenggara. Sedangkan
misi Dirjen Pajak adalah menyelenggarakan fungsi administrasi perpajakan dengan
menerapkan Undang-Undang Perpajakan secara adil dalam rangka membiayai
penyelenggaraan negara demi kemakmuran rakyat.
Dalam
melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan fungsi:
-
Penyiapan
perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang perpajakan.
-
Pelaksanaan
kebijakan di bidang perpajakan.
-
Perumusan
standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang perpajakan.
-
Pemberian
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan.
-
Pelaksanaan
administrasi direktorat jenderal
2.
Hubungan Akuntabilitas
Direktorat Jenderal Pajak berada di bawah
naungan Kementerian Keuangan. Setiap bagian dari struktur organisasi dalam
Direktorat Jenderal Pajak bertanggung jawab kepada pimpinan Kantor Wilayah
yaitu pejabat eselon IIa. Kemudian, setiap pejabat eselon IIa bertanggung jawab
kepada Menteri Keuangan.
3.
Sumber Daya
Potensi wajib pajak orang pribadi diperkirakan
sejumlah 60 juta orang dan wajib pajak badan sebanyak 10 juta. Tugas Direktorat
Jenderal Pajak adalah mengumpulkan sumber keuangan negara sebanyak 80% dari
APBN tersebut.
Sumber Daya Manusia Direktorat Jenderal Pajak
adalah pegawai-pegawai yang bekerja di Direktorat Jenderal Pajak. Setiap
tahunnya Dirjen Pajak membuka lowongan untuk merekrut pegawai baru. Mengingat sekarang
ini jumlah pegawai Dirjen Pajak adalah sejumlah 31.249 orang saja dari
kebutuhan pegawai yang sebenarnya adalah sebesar 60 ribu orang untuk mengurusi
para wajib pajak di Indonesia.
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara adalah sebuah
Lembaga Pendidikan di bawah naungan Kementerian Keuangan yang setiap tahunnya aktif
menyumbangkan lulusan-lulusannya untuk bekerja di Direktorat Jenderal Pajak.
Selain dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Dirjen Pajak juga membuka lowongan
untuk berbagai lulusan dari D1 hingga S1 dari berbagai universitas di
Indonesia.
4.
Proses Manajemen
Berikut ini adalah artikel yang saya temukan
berdasarkan hasil search google terkait dengan manajemen Direktorat Jenderal
Pajak, khususnya dalam rangka pengendalian internal untuk mengamankan dan mengawasi sumber daya
keuangannya.
Dalam artikel ini dijelaksan bahwa Direktur
Penyuluhan telah menyampaikan adanya perubahan pada tata cara penerimaan dan
pengolahan Surat Pemberitahuan atau SPT. Prosedur yang baru tersebut adalah
bahwa SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak secara langsung ke unit-unti
penerimaan yang dikelola oleh KPP dimana Wajib Pajak tersebut terdaftar, akan
dilakukan penelitian kelengkapan terlebih dahulu sebelum diberikan tanda
terima.
Kemudian, SPT yang disampaikan secara langsung
oleh Wajib Pajak tidak perlu menggunakan amplop/kemasan lainnya dan apabila
Wajib Pajak masih menggunakan amplop/kemasan lainnya, maka petugas penerima
akan membuka amplop/kemasan lainnya tersebut. Serta persyaratan-persyaratan
lain yang sudah dipaparkan dalam artikel di bawah ini.
Jadi, Direktorat Jenderal Pajak, menurut
pandangan saya telah berusaha untuk terus melakukan evaluasi dan perbaikan pada
sistim pengendalian internalnya.
JAKARTA,
KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan
prosedur penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan bagi Wajib Pajak dan
Orang Pribadi untuk 2013 yang mengalami perubahan tata cara penerimaan dan
pengolahan.
Direktur
Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Kismantoro Petrus dalam keterangan
tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (22/2/2013) mengatakan prosedur
penyampaian ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-26/PJ/2012.
Kismantoro
menjelaskan, SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak secara langsung ke unit-unit
penerimaan yang dikelola oleh KPP dimana Wajib Pajak tersebut terdaftar, akan
dilakukan penelitian kelengkapan terlebih dahulu sebelum diberikan tanda
terima.
"Apabila SPT
Tahunan tersebut tidak lengkap maka akan dikembalikan kepada Wajib Pajak untuk
dilengkapi," ujarnya.
Khusus SPT
Pembetulan, selain penelitian kelengkapan, juga dilakukan penelitian
syarat-syarat penyampaian SPT Pembetulan sesuai UU KUP Pasal 8 ayat (1), (1a),
dan (6) oleh Account Representative Wajib Pajak yang bersangkutan.
Kemudian, SPT
yang disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak tidak perlu menggunakan
amplop/kemasan lainnya dan apabila Wajib Pajak masih menggunakan amplop/kemasan
lainnya, maka petugas penerima akan membuka amplop/kemasan lainnya tersebut.
Sedangkan, bagi
Wajib Pajak yang memiliki SPT Lebih Bayar, SPT Pembetulan, SPT yang tidak tepat
waktu, dan e-SPT, harus menyampaikan sendiri ke Tempat Pelayanan Terpadu KPP
tempat Wajib Pajak terdaftar.
SPT dianggap
tidak disampaikan apabila memenuhi kriteria yaitu SPT tidak ditandatangani, SPT
tidak dilampiri dokumen/keterangan yang dipersyaratkan, SPT Lebih Bayar yang
disampaikan setelah tiga tahun dan telah ditegur tertulis serta SPT yang
disampaikan setelah dilakukan pemeriksanaan atau diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
(SKP).
Sementara,
terkait dengan penyampaian SPT Tahunan secara kolektif, Kismantoro mengimbau
kepada para pemberi kerja dan bendahara gaji instansi pemerintah untuk
memberikan bukti potong 1721-A1 dan 1721-A2 kepada para pegawai lebih awal.
Ia juga
menyarankan kepada para pegawai untuk menyegerakan SPT Tahunan tanpa menunggu
batas akhir waktu penyampaian SPT Tahunan dan menyarankan kepada para pegawai
untuk menyampaikan SPT Tahunan dengan memanfaatkan fasilitas e-filing.
Tahunan para
pegawai secara kolektif sebelum tanggal 10 Maret 2013, baik dengan pembukaan
drop box di lokasi pemberi kerja atau penyediaan loket khusus di KPP,"
ujar Kismantoro.
Para pemberi
kerja juga melakukan penyortiran SPT wajib pajak yang terdaftar di KPP penerima
SPT Tahunan dan yang bukan terdaftar di KPP penerima SPT Tahunan serta membuat
daftar nominatif penyampaian SPT Tahunan secara kolektif.
Kemudian, hal
lain yang perlu diperhatikan adalah Wajib Pajak harus menggunakan formulir SPT
Tahunan yang sesuai ketentuan berlaku, yang bisa didapatkan di KPP/KP2KP
terdekat, tempat lain yang disediakan seperti Pojok PAJAK, Mobil PAJAK, atau
diunduh langsung melalui laman Ditjen Pajak.
Wajib Pajak harus
memastikan SPT Tahunan telah diisi dengan benar, lengkap dan jelas, serta
ditandatangani, memeriksa kelengkapan dokumen dan lampiran yang dipersyaratkan
serta menyampaikan SPT Tahunan tanpa menunggu batas akhir waktu penyampaian.
"Bendahara
juga dapat menghubungi KPP terdekat untuk memfasilitasi penyampaian SPT”
Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/02/22/11361778/Ini.Prosedur.Penyampaian.SPT.Tahunan
Kemudian berikut ini adalah artikel mengenai
Joint Audit antara DJP dengan DJBC dalam rangka menyingkronkan data pajak dan
cukai.
JOINT AUDIT: BEA
CUKAI & DITJEN PAJAK SIAP AMANKAN PENERIMAAN NEGARA
Selasa, 12
Februari 2013 | 20:20 WIB
Ana Noviani
JAKARTA: Direktorat Jenderal Bea Cukai dan
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan akan melakukan audit bersama
(joint audit) guna mengawasi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan dokumen
pemberitahuan impor barang (PIB) di kawasan berikat.
Agung Kuswandono, Dirjen Bea dan Cukai, mengatakan joint audit dilakukan guna mengawasi pemungutan terhadap potensi penerimaan negara di sektor yang terkait dengan ekspor dan impor.
Langkah tersebut merupakan tindak lanjut atas keluarnya Keputusan Menteri Keuangan RI No. 351/KMK.09/2012 tentang Joint Audit antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang terbit pada November 2012.
Joint audit, kata Agung, akan difokuskan pada perusahaan-perusahaan yang berpotensi menyumbang penerimaan negara yang cukup besar. Misalnya, perusahaan-perusahaan ekspor-impor di kawasan berikat.
"Contohnya di kawasan berikat. Itukan fasilitasnya dinilai tidak tepat sasaran, apa saja barangnya kita hanya lihat dari pemasukan impor saja, sekarang kita lihat juga sisi perpajakannya," tutur Agung seusai rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (12/02).
Agung menjelaskan joint audit akan membuat data pajak dan bea cukai menjadi lebih sinkron. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan.
"DJBC punya keterbatasan memeriksa untuk masalah impor. Kalau impor jadi alat transaksi atau alat bisnis muncul dalam bentuk SPT, berapa bayar PPh atau PPN-nya, teman-teman pajak yang masuk," katanya.
Nantinya, imbuh Agung, joint audit juga akan menyasar importir barang mewah. "Barang mewah nanti ke arah sana. Perusahaan yang punya potensi penerimaan besar, tetapi belum tercover atau ragu-ragu itu yang kita sasar," ungkapnya.
Pada 2013, pemerintah menargetkan penerimaan negara dari sektor perpajakan sebesar Rp1.192,99 triliun. Target tersebut berasal dari setoran pajak Rp1.042 triliun dan bea cukai Rp151 triliun.
Agung Kuswandono, Dirjen Bea dan Cukai, mengatakan joint audit dilakukan guna mengawasi pemungutan terhadap potensi penerimaan negara di sektor yang terkait dengan ekspor dan impor.
Langkah tersebut merupakan tindak lanjut atas keluarnya Keputusan Menteri Keuangan RI No. 351/KMK.09/2012 tentang Joint Audit antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang terbit pada November 2012.
Joint audit, kata Agung, akan difokuskan pada perusahaan-perusahaan yang berpotensi menyumbang penerimaan negara yang cukup besar. Misalnya, perusahaan-perusahaan ekspor-impor di kawasan berikat.
"Contohnya di kawasan berikat. Itukan fasilitasnya dinilai tidak tepat sasaran, apa saja barangnya kita hanya lihat dari pemasukan impor saja, sekarang kita lihat juga sisi perpajakannya," tutur Agung seusai rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (12/02).
Agung menjelaskan joint audit akan membuat data pajak dan bea cukai menjadi lebih sinkron. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan.
"DJBC punya keterbatasan memeriksa untuk masalah impor. Kalau impor jadi alat transaksi atau alat bisnis muncul dalam bentuk SPT, berapa bayar PPh atau PPN-nya, teman-teman pajak yang masuk," katanya.
Nantinya, imbuh Agung, joint audit juga akan menyasar importir barang mewah. "Barang mewah nanti ke arah sana. Perusahaan yang punya potensi penerimaan besar, tetapi belum tercover atau ragu-ragu itu yang kita sasar," ungkapnya.
Pada 2013, pemerintah menargetkan penerimaan negara dari sektor perpajakan sebesar Rp1.192,99 triliun. Target tersebut berasal dari setoran pajak Rp1.042 triliun dan bea cukai Rp151 triliun.
Sumber: http://m.bisnis.com/articles/joint-audit-bea-cukai-and-ditjen-pajak-siap-amankan-penerimaan-negara
Itjen Akan Audit
Kinerja Ditjen Pajak
Kasus pajak Gayus Tambunan mendorong
Kementerian Keuangan melakukan audit kinerja Direktorat Jenderal Pajak.
Inspektur Jenderal Kemenkeu, Vincentius Sonny Loho, mengungkapkan hal itu,
Jumat (26/2) usai pelantikan sejumlah pejabat eselon II Ditjen Pajak di Jakarta.
Audit kinerja ini, ujar Sonny, termasuk
mengidentifikasi kelemahan proses keberatan dan banding oleh petugas pajak.
Sebab, kasus Gayus berawal dari bermasalahnya kedua proses ini.
“Proses keberatan dan banding akan
diindentifikasi kelemahannya. Nanti juga termasuk audit kinerja Ditjen Pajak.
Kita akan perbaiki keseluruhan sistem,” ujarnya.
Sonny menegaskan, pihaknya akan menilai
setiap pegawai Ditjen Pajak untuk melihat petugas yang bermasalah. “Kita lihat
siapa yang tidak beres,” tegasnya.
Mengenai penyelesaian 151 wajib pajak yang
terkait Gayus, Sonny meminta masyarakat tidak menyamaratakan. Belum tentu
setiap perusahaan tersebut memang terlibat dan bersalah. “Tidak semua, bahkan
yang disebutkan namanya oleh Gayus, sudah pasti terlibat,” tegasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, telah
dibentuk tim gabungan penyelesaian perkara pajak.
Sonny mengatakan, tim sudah bergerak ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan
terhadap 151 wajib pajak yang ditengarai ditangani Gayus dalam mengajukan
keberatan di Ditjen Keberatan dan Banding Dirjen Pajak. Setiap dua pekan,
pihaknya akan melaporkan secara periodik ke Menteri Keuangan.
Irjen Kemenkeu sendiri, kata Sonny,
mengerahkan 21 orang untuk terlibat dalam penyelesaian perkara ini. Sebelas orang
ditempatkan dalam tim gabungan, sisanya sepuluh orang mendampingi Bareskrim
Mabes Polri.
Terpisah, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol
Anton Bahrul Alam mengatakan tim telah melakukan penelitian terhadap 151 wajib
pajak tersebut dengan menghasilkan 487 perkara perpajakan. Jumlah ini sangat banyak sehingga Anton meminta
masyarakat bersabar dan memberikan kesempatan tim gabungan untuk bekerja mengungkap
151 wajib pajak tersebut. “Ini jumlahnya besar dan perlu waktu,” ujarnya.
Seluruh wajib pajak, kata Anton, dibagi menjadi tiga kategori. Pertama, sejumlah 45 wajib pajak yang
dinyatakan diterima keberatan dan bandingnya oleh negara. Kedua, sebanyak 32
wajib pajak diterima sebagian, dan sisanya sebanyak 72 wajib pajak yang
keberatan dan bandingnya ditolak. “Yang ditolak ini tentunya negara tidak
dirugikan sehingga (tim) fokus pada yang 45 dan 32. Prioritas penyidik ke 45
perkara tersebut,” ujar mantan Kapolda Jawa Timur ini.
Dari 45 wajib pajak itu, penyidik memfokuskan
pada 19 wajib pajak. Sebab, 19 wajib pajak itu terdiri dari 38 perkara. Pada
bagian lain, hasil penelitian terhadap 5 wajib pajak telah berhasil dilakukan
penelitian. Hasilnya, jelas dia masuk pada ranah perpajakan. “Dalam waktu dekat
5 wajib pajak ini akan ditangani oleh PPNS,” ujarnya.
Artinya, kini polisi fokus pada 14 wajib pajak tersisa dari yang diprioritaskan. Masing-masing tim dibagi tugas. “Ada yang menangani 6 perkara, 1 wajib pajak, ada yang 2 wajib pajak
begitu. Kita menunggu hasilnya,” katanya.
Jika ada
indikasi tindak pidana,
Bareskrim akan meningkatkan statusnya menjadi penyidikan. Sayangnya, Anton
mengaku tidak dapat menyebutkan nama wajib pajak lantaran terganjal oleh
Undan-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang. “Hanya
saja UU Money Laundering nama-nama wajib pajak dirahasiakan,”
tepisnya.
Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d68b82e84ce2/irjen-akan-audit-kinerja-ditjen-pajak
5.
Lingkungan Eksternal
Lingkungan
Eksternal Dirjen Pajak adalah masyarakat sebagai sumber daya keuangan intansi
sekaligus sebagai pihak yang harus dilayani dalam menerima manfaat-manfaat
pajak. Selain itu terdapat juga Itjen sebagai tim pemeriksa terhadap Dirjen
Pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar